Pendahuluan
J.Huizinga (1872 – 1945) seorang ahli sejarah Belanda mengatakan bahwa sejarah adalah cara kebudayaan mempertanggungjawabkan masa silam. Dengan meneliti masa lampaunya, manusia mencoba untuk menjelaskan posisinya terhadap para pendahulu dan memahami dirinya sendiri. Untuk memberi arti kepada kehidupannya sendiri, manusia perlu juga memberi arti kepada kehidupan dan perbuatan pendahulunya yang menghasilkannya. Perbuatan para pendahulu diteliti, dimengerti dan dinilai. Singkatnya dipertanggungjawabkan untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatan manusia sekarang, baik yang berdasarkan langsung pada sejarah maupun yang justeru menentang perbuatan zaman lalu. Demikianlah manusia memperoleh penjelasan dan keterangan tentang situasinya pada waktu sekarang melalui konfrontasi dengan masa lampau yang menghasilkannya.
J.Huizinga (1872 – 1945) seorang ahli sejarah Belanda mengatakan bahwa sejarah adalah cara kebudayaan mempertanggungjawabkan masa silam. Dengan meneliti masa lampaunya, manusia mencoba untuk menjelaskan posisinya terhadap para pendahulu dan memahami dirinya sendiri. Untuk memberi arti kepada kehidupannya sendiri, manusia perlu juga memberi arti kepada kehidupan dan perbuatan pendahulunya yang menghasilkannya. Perbuatan para pendahulu diteliti, dimengerti dan dinilai. Singkatnya dipertanggungjawabkan untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatan manusia sekarang, baik yang berdasarkan langsung pada sejarah maupun yang justeru menentang perbuatan zaman lalu. Demikianlah manusia memperoleh penjelasan dan keterangan tentang situasinya pada waktu sekarang melalui konfrontasi dengan masa lampau yang menghasilkannya.
Demikianlah halnya bila kita ingin
memahami keberadaan kita sebagai bagian dari Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia (GMKI). Untuk memberi makna pada kehidupan dan pergumulan kita
sekarang ini, maka kita 1juga perlu memberi arti pada kehidupan dan
perbuatan para pendahulu kita sekarang ini, maka kita juga perlu memberi
arti pada kehidupan kita pada masa lampau. Dan disinilah arti penting
dari kita mempelajari sejarah GMKI. Sebab bagi GMKI sejarah tidak
sekedar urutan waktu, kronik yang statis, tetapi merupakan wahana
mempelajari dialog masa lalu, dan secara kontenplatif dijadikan cermin
melangkah ke depan. Sebab Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat manusia,
juga adalah Tuhan sejarah. Pada kesempatan ini, kita akan bersama-sama
mencermati, dan memberi arti pada sejarah berkembangnya GMKI. Dan
secara ringkas akan diuraikan GMKI dengan memilahnya dalam beberapa
bagian yang meliputi Federasi Mahasiswa Kristen sedunia (WSCF), CSV,
PMKI dan terbentuknya GMKI.
World Student Christian Federation (WSCF)
WSCF didirikan bulan Agustus 1895 di
Wettern, Swedia. Pendirinya adalah Dr. John R. Mott. Cita-cita dari
didirikannya organisasi ini adalah mengusahakan terciptanya kesetaraan
antara sesama, dengan menghilangkan berbagai bentuk diskriminasi yang
ada, juga harapan akan suatu persatuan sebagai tubuh Kristus. Cita-cita
WSCF ini tercermin dalam mottonya yang berbunyi “UT OMNES UNUM SINT”.
Motto ini juga menggambarkan sifat dari
organisasi ini yaitu oikumenis. Dan sejak tahun 1911, Federasi Mahasiswa
Kristen sedunia ini membuka pintu bagi golongan-golongan lainn yang
gigh memperjuangkan paham oikumenis di kalangan umat Kristen.
Christelijke Studenten Vereninging op Java (CSV op Java)
Pada awal abad XX, di Indonesia telah muncul berbagai sekolah menengah dan keahlian. Selain itu di beberapa tempat, juga telah berdir beberapa Perguruan Tinggi, seperti Tekhnologi di Bandung, pertanian/Peternakan di Bogor, Hukum dan Kedokteran di Jakarta. Di tempat-tempat ini, para pelajar dan mahasiswa juga telah membentuk berbagai organisasi kepemudaan, tidak terkecuali mahasiswa-mahasiswa Kristen.
Pada awal abad XX, di Indonesia telah muncul berbagai sekolah menengah dan keahlian. Selain itu di beberapa tempat, juga telah berdir beberapa Perguruan Tinggi, seperti Tekhnologi di Bandung, pertanian/Peternakan di Bogor, Hukum dan Kedokteran di Jakarta. Di tempat-tempat ini, para pelajar dan mahasiswa juga telah membentuk berbagai organisasi kepemudaan, tidak terkecuali mahasiswa-mahasiswa Kristen.
Organisasi kepemudaan yang berciri
Kristen mulai terbentuk sekitar tahun 1915 di Surabaya, dengan nama Jong
India. Organisasi ini dimulai terutama oleh mahasiswa
Nederlandsch-Indische artsen School (NIAS). Keanggotaan organisasi ini
terbuka bagi mereka yang non Kristen. Sikap ini terus dipertahankan
sampai beralih menjadi CSV op Java afdeeling Soerabaya. Program
organisasi ini meliputi perkemahan, kelompok diskusi, PA sehingga
memberi kesempatan kepada anggotanya memperlengkapi diri mereka dalam
bidang Gereja dan masyarakat. Selain di Surabaya di tempat-tempat lain
di Indonesia, juga bermunculan berbagai organisasi kepemudaan Kristen,
dengan ciri sendiri-sendiri, dan belum ada pelayanan khusus yang
diberikan kepada mereka.
Baru pada tahun 1923, Van Doorn seorang
ahli kehutanan, yang juga aktifis NCSV bersama seorang mahasiswa
kedokteran, yakni Johanis Leimena, melalui pelayanannya terhadap
mahasiswa Kristen di Indonesia. Pelayana ini berkembang dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil dengan kegiatan : persekutuan doa, Penelaan
Alkitab, diskusi bersama tentang berbagai masalah. Dari kegiatan
inilah, maka pada Tahun 1924 terbentuklah cabang CSV yang pertama
yaitu Batavia CSV.
Pada tanggal 18 – 19 Februari 1926 di
Bandung, diadakan Konferensi Pemuda Kristen. Konferensi ini diikuti oleh
Johanes Leimena dan merupakan Konferensi pemuda se Indonesia yang
pertama. Konferensi ini melahirkan beberapa keputusan penting yakni :
1). Agar setiap tahun diadakan kenferensi yang serupa, dan 2).
Ditetapkan pusat kegiatan pemuda di jalan Kebun Sirih 44 yang menjadi
markas dari batavia CSV.
Dalam konferensi tanggal 28 Desember
1932, di Kaliuran yang dihadiri oleh CSV Surabaya dan CSV Jakarta, serta
beberapa mahasiswa Bandung, melahirkan pernyataan untuk membentuk CSV
op Java. Sebagai ketua umum pertam, terpilih Dr. Johanes Leimena,
Sekretaris Dr. Van Doorn dan Bendahara Tan Tjoan Soei. Anggotanya pada
waktu itu sekitar 90 orang (30 orang di Jakarta). Walaupun kecil, namun
CSV op Java berhasil meletakkan dasar-dasar pembinaan mahasiswa yang
kemudian dilanjutkan oleh GMKI. Aspek pertama adalah kerja sama antar
GMKI-GMK Asia, dan aspek kedua yang lebih penting adalah Semangat
Persatuan Nasional.
Pada masa pendudukan Jepang, ada
larangan bagi organisasi-organisasi untuk melakukan kegiatannya,
khususnya organisasi yang dibentuk pada zaman Hindia Belanda. Larangan
ini berlaku juga untuk CSV op Java, sehingga praktis sejak tahun 1942,
secara organisatoris CSV op Java telah berhenti. Namundemikian pertemuan
secara diam-diam antara sejumlah anggota masih dilakukan juga.
Setelah proklamasi kemerdekaan RI, pada
akhir 1945 para mahasiswa hukum, kedokteran dan teologia yang berkumpul
di jalan Pegangsaan Timur (STT Jakarta) membentuk perhimpunan Mahasiswa
Kristen Indonesia (PMKI), dan Dr. J. Leimena tetap terpilih sebagai
ketua umum. Kegiatan-kegiatan PMKI ini juga sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan CSV op Java.
Pada masa tersebut, suasana revolusi
sangat mewarnai perkembangan PMKI. Hal ini disebabkan anggota PMKI
sebagian besar adalah mahasiswa yang memihak pada perjuangan
kemerdekaan. Dan ini merupakan warisan dari para pemimpin CSV op Java
yang juga memihak pada solidaritas kebangsaan Indonesia. Tetapi tidak
lama setelah PMKI terbentuk, muncul pula suatu organisasi baru dengan
menggunakan nama CSV. Cabang-cabangnya juga terdapat di Bandung, Bogor
dan Surabaya.
Pada hakekatnya, pembentukan CSV baru
pada awal tahun 1946 tidak dimaksudkan sebagai organisasi tandingan
PMKI, bahkan pembentukannya direstui oleh pimpinan PMKI. Tetapi ada
kesepakatan bahwa masing-masing organisasi tidak akan saling menyaingi
dalam merekrut anggota.
Namun lambat laun, suasana permusuhan antara Indonewsia dan Belanda menjalar juga ke Organisasi pemuda ini. Sikap PMKI pada waktu itu adalah mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para anggota CSV memandang perjuangan itu hanya dari sisi negatifnya saja.
Namun lambat laun, suasana permusuhan antara Indonewsia dan Belanda menjalar juga ke Organisasi pemuda ini. Sikap PMKI pada waktu itu adalah mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para anggota CSV memandang perjuangan itu hanya dari sisi negatifnya saja.
Terbentuknya GMKI
Pada tanggal 8 – 10 Maret 1947, diadakan konferensi mahasiswa Indonesia di Malang. Konferensi ini menghasilkan wadah federasi dari organisasi-organisasi ekstra universiter. Wadah yang dibentuk ini bernama Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). Empat organisasi lokal dan tiga buah organisasi yang berciri agama dan berluang lingkup nasional membentuk organisasi ini. Organisasi tersebut adalah : HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), PMKI, PMKH (Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan) Bogor, PMD (Perhimpunan Mahasiswa Djakarta), PMJ (Perhimpunan Mahasiswa Jogkjakarta) dan HMM (Masyarakat Mahasiswa Malang).
Pada tanggal 8 – 10 Maret 1947, diadakan konferensi mahasiswa Indonesia di Malang. Konferensi ini menghasilkan wadah federasi dari organisasi-organisasi ekstra universiter. Wadah yang dibentuk ini bernama Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). Empat organisasi lokal dan tiga buah organisasi yang berciri agama dan berluang lingkup nasional membentuk organisasi ini. Organisasi tersebut adalah : HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), PMKI, PMKH (Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan) Bogor, PMD (Perhimpunan Mahasiswa Djakarta), PMJ (Perhimpunan Mahasiswa Jogkjakarta) dan HMM (Masyarakat Mahasiswa Malang).
Peranan PMKI dalam PPMI di masa revolusi
itu cukup penting. Tetapi karena PPMI sangat terpengaruh dengan paham
komunis pada waktu itu, maka akhirnya PMKI memutuskan untuk keluar dari
PPMI. Baru pada tahun 1950-an, PMKI memperbaharui hubungan mereka
kembali.
Tahun 1947, berlangsung KMB di Negeri
Belanda. Salah satu keputusan yang penting dari KMB ini adalah
mengakhiri pertikaian antara Indonesia dan Belanda. Dan segera dibentuk
negara Indonesia Serikat. Ini berati bahwa pertentangan antara CSV-baru
dan PMKI juga perlu diselesaikan. Melalui pembicaraan para tokoh
masing-masing organiasasi, pada tanggal 19 Februari 1950, bertempat di
kediaman Leimena, mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan. Dan nama
yang dipilih untuk organisasi batu ini adalah Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia.
Dalam pertemuan ini Laimena menyampaikan
pidato singkat yang cukup penting karena selain memberi ciri-ciri pokok
pada GMKI, juga mengandung anjuran tentang langkah-langkah yang harus
diambilnya.
“Tindakan ini adalah suatu tindakan
historis bagi dunia mahasiswa umumnya dan masyarakat Kristen khususnya.
GMKI menjadilah pelopor dari semua kebaktian yang akan dan yang mungkin
harus dilakukan di Indonesia. GMKI jadilah suatu pusat, tempat latihan,
dari mereka yang bersedia bertanggungjawab atas segala sesuatu yang
berhubungan dengan kepentingan dan kebaikan negara dan bangsa Indonesia.
GMKI bukan merupakan suatu gesellscaft, tetapi ia adalah suatu
gemeinschaft, persekutuan dalam Kristus Tuhannya. Dengan demikian, ia
berakar baik dalam Gereja maupun dalam nusa dan bangsa Indonesia.
Sebagai suatu bagian dari Iman dan Roh, ia berdiri di tengah-tengah dua
proklamasi; Proklamasi Kemerdekaan Nasional, dan Proklamasi Tuhan Yesus
Kristus dengan Injil-Nya, yaitu Injil Kehidupan, kematian, dan
kebangkitan”.
Dalam rapat pembentukan ini pimpinan
PMKI dijadikan pimpinan GMKI. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama
karena ada kesepakatan untuk mengangkat Dr. C. Siregar dan Tine Frans
sebagai ketua umum dan sekjen. Pertemuan resmi antara kedua organisasi
ini terjadi pada bulan Desember 1950, dan dilihat sebagai Kongres I
GMKI.
Ada dua hal penting dari pidato Laimena,
yang dapat dikatakan sebagai warna dari GMKI yaitu tentang gerakan
Oikumene dan Nasionalisme. Pertanyaannya bagaimana GMKI menyadari
posisinya itu dan melakukan secara proposional akan tugas dan
panggilannya di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara Indonesia ?
Hal ini bisa kita lihat bersama dalam perjalanan sejarahnya sampai saat
ini. Untuk itu selanjutnya tulisan ini akan mengungkapkan hal tersebut,
khususnya dengan mengamati hasil-hasil kongres GMKI yang telah
dilaksanakan.
Dalam Kongres I GMKI hal penting yang
dibicarakan adalah bagaimana pelayanan yang efektif bagi anggota sebagai
unit terkecil organisasi, terutama dengan kegiatan-kegiatan PA,
sehingga mereka dimampukan untuk menjadi saksi Kristus dalam dunia
mahasiswa di Indonesia. Perlu juga kita ketahui, pada tahun 1950,
tepatnya pada tanggal 22 Mei terbentuklah Dewan Gereja-Gereja Indonesia
(DGI) yang dipelopori oleh tokoh-tokoh yang sebelumnya dibina oleh GMKI.
Pada bulan Oktober 1952, berlangsung
Kongres Nasional II GMKI. Dalam Kongres ini ditetapkan AD/ART GMKI dan
didasarkan atas Alkitab yang menyaksikan Yesus Kristus adalah Anak Allah
dan Juru Selamat. Persoalan pokok yang dibicarakan dalam Kongres ini
adalah tentang program pelayanan anggota.
Kongres selanjutnya diadakan di
Jogjakar1ta tahun 1953. Kongres IV di Surabaya tahun 1954, Kongres V di
Bandung tahun 1955, Kongres VI di Sukabumi tahun 1956 yang menggumuli
eksistensi dan identitas GMKI agar tetap independen dan tidak tergoda
untuk bernaun dibawah salah satu kekuatan partai politik. Disamping itu
kongres ini mengadakan perubahan AD/ART.
Kongres VII berlangsung di Kaliurang
tahun 1959, Kongres VIII di Surabaya tahun 1961. Dan ini merupakan
Kongres I pada dekade 60-an. Dekade ini dikenal sebagai konsolidasi,
sedangkan dekade 50-an sebagai masa pertumbuhan. Perlu kita catat pula
bahwa pada tahun 1961, atas inisiatif GMKI, talah dipertemukan dua
organisasi Pemuda Kristen, yakni MPK dan PPKI untuk melebur diri manjadi
satu organisasi yang sekarang kita kenal dengan GMKI.
Dari Kongres-Kongres tersebut kita
melihat bahwa dalam sejarah perjalanan dan perkembangannya GMKI terus
setia dengan apa yang menjadi cita-cita awal ia didirikan untuk menjadi
saksi orang Kristen di negara Indonesia. Syalom. UT OMNES UNUM SINT